A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Para
ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan mempunyai rumusan yang
berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian, hal tersebut dikarenakan
belum ada definisi yang tegas mengenai konsep pemberdayaan. Oleh
karena itu, agar dapat memahami secara mendalam tentang pengertian pemberdayaan
maka perlu mengkaji beberapa pendapat para ilmuwan yang memiliki komitmen
terhadap pemberdayaan masyarakat.
Pertama
akan kita pahami pengertian tentang pemberdayaan. Menurut Sulistiyani (2004 :
77) secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti
kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan
dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses pemberian daya
(kekuatan/kemampuan) kepada pihak yang belum berdaya. Kedua pengertian tentang masyarakat, menurut Soetomo (2011 : 25)
masyarakat adalah sekumpulan orang yang saling berinteraksi secara kontinyu, sehingga
terdapat relasi sosial yang terpola, terorganisasi.
Dari kedua definisi tersebut bila
digabungkan dapat dipahami makna pemberdayaan masyarakat. Namun sebelum kita
tarik kesimpulan, terlebih dahulu kita pahami makna pemberdayaan masyarakat
menurut para ahli. Menurut Moh. Ali
Aziz, dkk (2005 : 136) :
“Pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu proses di mana masyarakat, khususnya mereka yang
kurang memiliki akses ke sumber daya pembangunan, didorong untuk meningkatkan
kemandiriannya di dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Pemberdayaan
masyarakat juga merupakan proses siklus terus-menerus, proses partisipatif di
mana anggota masyarakat bekerja sama dalam kelompok formal maupun informal untuk berbagi
pengetahuan dan pengalaman serta berusaha mencapai tujuan bersama. Jadi,
pemberdayaan masyarakat lebih merupakan suatu proses”.
Selanjutnya
pemaknaan pemberdayaan masyarakat menurut Madekhan Ali (2007 : 86) yang
mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai berikut ini :
“Pemberdayaan
masyarakat sebagai sebuah bentuk partisipasi untuk membebaskan diri mereka
sendiri dari ketergantungan mental maupun fisik. Partisipasi masyarakat menjadi
satu elemen pokok dalam strategi pemberdayaan dan pembangunan masyarakat,
dengan alasan; pertama, partisipasi
masyarakat merupakan satu perangkat ampuh untuk memobilisasi sumber daya lokal,
mengorganisir serta membuka tenaga, kearifan, dan kreativitas masyarakat. Kedua, partisipasi masyarakat juga
membantu upaya identifikasi dini terhadap kebutuhan masyarakat”.
Mengacu pada pengertian dan teori
para ahli di atas, dalam penelitian ini pemberdayaan dapat diartikan sebagai
upaya membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk
mengembangkannya sehingga masyarakat dapat mencapai kemandirian. Kemudian dapat
disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan daya
atau kekuatan pada masyarakat dengan cara memberi dorongan, peluang,
kesempatan, dan perlindungan dengan tidak mengatur dan mengendalikan kegiatan
masyarakat yang diberdayakan untuk mengembangkan potensinya sehingga masyarakat
tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan mengaktualisasikan diri atau
berpartisipasi melalui berbagai aktivitas.
B. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat menurut
Sulistiyani (2004 : 80) adalah untuk membentuk individu dan
masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir,
bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai
kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka
secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu ke
waktu.
Berikut tujuan pemberdayaan menurut Tjokowinoto
dalam Christie S (2005: 16) yang dirumuskan dalam 3 (tiga) bidang yaitu
ekonomi, politik, dan sosial budaya ;
“Kegiatan
pemberdayaan harus dilaksanakan secara menyeluruh mencakup segala aspek
kehidupan masyarakat untuk membebaskan kelompok masyarakat dari dominasi
kekuasan yang meliputi bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Konsep
pemberdayaan dibidang ekonomi adalah usaha menjadikan ekonomi yang kuat, besar,
mandiri, dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar yang besar dimana
terdapat proses penguatan golongan ekonomi lemah. Sedang pemberdayaan dibidang
politik merupakan upaya penguatan rakyat kecil dalam proses pengambilan keputuan yang menyangkut kehidupan berbangsa
dan bernegara khususnya atau kehidupan mereka sendiri. Konsep pemberdayaan
masyarakat di bidang sosial budaya merupakan upaya penguatan rakyat kecil
melalui peningkatan, penguatan, dan penegakan nilai-nilai, gagasan, dan norma-norma, serta mendorong terwujudnya
organisasi sosial yang mampu memberi kontrol terhadap perlakuan-perlakuan
politik dan ekonomi yang jauh dari moralitas”.
Dari paparan tersebut dapat kita
simpulkan bahwa tujuan pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan
masyarakat terutama dari kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan, dan ketidakberdayaan.
Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum
mencukupi/layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan,
kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya
produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, kesempatan pengambilan
keputusan yang terbatas.
Kemudian ketidakberdayaan adalah
melemahnya kapital sosial yang ada di masyarakat (gotong royong, kepedulian,
musyawarah, dan kswadayaan) yang pada gilirannya dapat mendorong pergeseran
perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan,
dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.
C.
Strategi
dan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Berdasar pendapat Sunyoto Usman (2003 :
40-47 ) ada beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan
kemudian diterapkan dalam pemberdayaan
masyarakat, yaitu menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi.
Dalam upaya memberdayakan masyarakat
dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang
(enabling). Disini titik tolaknya
adalah pengenalan bahwa setiap manusia memiliki potensi atau daya yang dapat
dikembangkan. Kedua, memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering),
upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat
kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal,
lapangan kerja, dan pasar. Ketiga,
memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus
dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Berbicara
tentang pendekatan, bila dilihat dari proses dan mekanisme perumusan program
pembangunan masyarakat, pendekatan pemberdayaan cenderung mengutamakan alur
dari bawah ke atas atau lebih dikenal pendekatan bottom-up. Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua pihak
sejak awal, sehingga setiap keputusan yang diambil dalam perencanaan adalah
keputusan mereka bersama, dan mendorong keterlibatan dan komitmen sepenuhnya
untuk melaksanakannya.
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan
dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan, atau dalam pengambilan
keputusan. Model pendekatan dari bawah mencoba melibatkan masyarakat dalam
setiap tahap pembangunan. Pendekatan yang dilakukan tidak berangkat dari luar
melainkan dari dalam. Seperangkat masalah dan kebutuhan dirumuskan bersama,
sejumlah nilai dan sistem dipahami bersama. Model bottom memulai dengan situasi
dan kondisi serta potensi lokal. Dengan kata lain model kedua ini menampatkan
manusia sebagai subyek. Pendekatan “bottom up” lebih memungkinkan penggalian
dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena
masyarakat lebih merasa “memiliki”, dan merasa turut bertanggung jawab terhadap
keberhasilan pembangunan, yang nota bene memang untuk kepentingan mereka
sendiri. Betapa pun pendekatan bottom-up
memberikan kesan lebih manusiawi dan memberikan harapan yang lebih baik, namun
tidak lepas dari kekurangannya, model ini membutuhkan waktu yang lama dan belum
menemukan bentuknya yang mapan.
D. Prinsip-prinsip Pemberdayaan
Masyarakat
Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat
secara umum dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar
pendampingan masyarakat, sebagai berikut :
1)
Belajar Dari Masyarakat
Prinsip
yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk melakukan pemberdayaan
masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti, dibangun pada
pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional
masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya
sendiri.
2)
Pendamping sebagai Fasilitator
Masyarakat
sebagai Pelaku Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya pendamping
menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukannya sebagai pelaku atau guru.
Untuk itu perlu sikap rendah hati serta ketersediaan untuk belajar dari masyarakat
dan menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam memahami
keadaan masyarakat itu. Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan
mendominasi kegiatan. Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus
diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan
prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.
3)
Saling Belajar
Saling Berbagi
Pengalaman Salah satu prinsip dasar pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat
adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal
ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak
berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak hal
perkembangan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat
mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan
masalah-masalah yang berkembang. Namun sebaliknya, telah terbukti pula bahwa
pengetahuan modern dan inovasi dari luar yang diperkenalkan oleh orang luar
tidak juga memecahkan masalah mereka.